
Sebuah buku ditulis oleh Dr El Amry Bermawi Putera, MA, salah seorang tokoh pendidikan nasional yang saat ini menjabat sebagai Rektor Universitas Nasional. Buku ini berjudul:”Evaluasi Kebijakan Penyelenggaraan Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Swasta di Kopertis Wilayah III Jakarta“.
Buku ini menjadi penting, karena menelaah dan mengkaji secara mendalam tentang Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN). Undang-undang ini telah menjadi tonggak penting bagi dunia pendidikan tinggi.
Terutama pada pasal 51 ayat (2), disebutkan bahwa pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu dan evaluasi yang transparan.
Undang-undang ini secara langsung atau tidak langsung, mengubah paradigma dalam pengelolaan pendidikan tinggi. Dulu, pengelolaan perguruan tinggi menggunakan pendekatan sentralistik. Melalui Undang-undang ini, bergeser pada pendekatan desentralistik.
Melalui Undang-undang ini pula, perguruan tinggi bisa menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaganya, dan pemerintah tidak berwenang lagi melakukan pengawasan yang bersifat vertikal.
Lantas, bagaimana dengan masyarakat pendukung atau masyarakat yang berkepentingan (stakeholder) perguruan tinggi? Bagaimana masyarakat bisa mengetahui mutu atau kualitas suatu perguruan tinggi? Bukankah pada akhirnya, masyarakatlah yang memberikan masukan sumber daya dan dana yang diperlukan untuk penyelenggaraan pengelolaan sebuah perguruan tinggi?
Keunggulan dari buku ini adalah disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr El Amry Bermawi Putera, MA terkait dengan Kebijakan Penyelenggaraan Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Swasta di Kopertis Wilayah III Jakarta.
Karenanya, selain kerangka teori, kerangka pemikiran maupun studi pustaka, buku ini juga disusun berdasarkan rumusan masalah yang didasarkan pada persoalan yang nyata, yaitu Penyelenggaraan Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Swasta di Kopertis Wilayah III Jakarta.
Kenapa sistem penjaminan mutu internal perguruan tinggi swasta?
Melalui buku yang diterbitkan oleh Lembaga Penerbitan Universitas Nasional (LPU-UNAS) ini, Dr El Amry Bermawi Putera, MA mengungkapkan beberapa poin terkait latar belakang penelitiannya.
Bahwa, perguruan tinggi sebagai lembaga penyedia jasa layanan masyarakat di bidang pendidikan, dituntut untuk memberikan janjinya kepada masyarakat untuk diterima dan didukung.
Karenanya, kelangsungan hidup perguruan tinggi tidak bisa lepas dari masyarakat pendukung maupun masyarakat yang berkepentingan dengannya (stakeholder).
Perguruan tinggi dituntut tanggung jawabnya atas jasa layanan yang dijanjikan kepada masyarakat. Tanggung jawab itu dinyatakan sebagai akuntabilitas perguruan tinggi atas peran dan fungsi yang dijalankan, atas kinerja penyelenggaraan dan pelayanan yang diberikan.
Semua ini pada intinya mengharuskan perguruan tinggi memberikan penjaminan mutu (quality assurance) kepada masyarakat!
Lantas, bagaimana Negara melindungi hak masyarakat atas perguruan tinggi dan tuntutan agar perguruan tinggi memenuhi kewajibannya kepada masyarakat?
Dalam bukunya, Dr El Amry Bermawi Putera, MA menjelaskan bahwa untuk menjamin pelaksanaan prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan tinggi, terutama prinsip penjaminan mutu, pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional.
Melalui peraturan pemerintah ini diatur agar setiap perguruan tinggi wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan sebagai pertanggungjawaban pada stakeholder, dengan tujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang dilakukan secara bertahap, sistematis dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.
Selanjutnya, untuk memperkuat pelaksanaan SNP ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, dimana di dalamnya ditetapkan bahwa perguruan tinggi wajib melakukan program penjaminan mutu secara internal.
Sedangkan penjaminan mutu eksternal dilakukan secara berkala oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) atau lembaga mandiri lain yang diberi kewenangan oleh Menteri.
Dari sinilah, kegiatan penjaminan mutu perguruan tinggi diselenggarakan dalam sebuah sistem yang dikenal dengan Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT), yang di dalamnya memiliki tiga pilar utama, yaitu:
1. Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), yaitu kegiatan sistemik penjaminan mutu penyelenggaraan pendidikan tinggi di perguruan tinggi oleh perguruan tinggi (internally driven) untuk mengawasi penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh perguruan tinggi secara berkelanjutan (continuous improvement).
2. Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME), yaitu kegiatan sistemik penilaian kelayakan program dan/atau perguruan tinggi oleh BAN-PT atau lembaga mandiri di luar perguruan tinggi yang diakui Pemerintah, untuk mengawasi penyelenggaraan pendidikan tinggi untuk dan atas nama masyarakat, sebagai bentuk akuntabilitas publik.
3. Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT), yaitu kegiatan sistemik pengumpulan, pengolahan dan penyimpanan data serta informasi tentang penyelenggaraan pendidikan tinggi di semua perguruan tinggi oleh Ditjen Dikti, untuk mengawasi penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh pemerintah.
Terkait dengan perkembangan perguruan tinggi, khususnya Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang relatif terus bertambah pesat, Kopertis sebagai kepanjangan tangan Ditjen Dikti di setiap wilayah, turut serta menjadi institusi yang mengimplementasikan kebijakan penjaminan utu internal dan sekaligus sebagai pelaksana penjaminan mutu internal PTS.
Berdasarkan gambaran di atas, Dr El Amry Bermawi Putera, MA melakukan penelitian terhadap implementasi kebijakan SPMI-PTS, dimana Kopertis Wilayah III Jakarta merupakan salah satu institusi yang di dalamnya terdapat sebanyak 1.548 Program Studi.
Dari jumlah tersebut, Program Studi dengan status akreditasi baik dan sangat baik adalah yang terbesar, yaitu sebanyak 524 Program Studi pada tahun 2012. Angka ini menjadi yang terbanyak diantara kopertis-kopertis lainnya di Indonesia.
Dalam upaya meningkat mutu PTS di lingkungan kerjanya secara proporsional sebagai lembaga otonom, Kopertis Wilayah III mengacu pada paradigma barunya, yaitu:
a. Kualitas yang berkelanjutan (sustainable quality development). Kualitas tidak bersifat mutlak tetapi bersifat nisbi, sehingga harus berkelanjutan yang didukung oleh otonomi.
b. Otonomi perguruan tinggi seharusnya adalah otonomi yang bertanggung jawab kepada stakeholder, termasuk masyarakat.
c. Akuntabilitas yaitu bertanggungjawab terhadap kinerja yang dilakukan pada masyarakat. Untuk itu kinerja perguruan tinggi perlu dievaluasi dalam rangka pengendalian mutu sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan.
d. Akreditasi yang merupakan penilaian terhadap kinerja suatu perguruan tinggi untuk menentukan kelayakannya. Penilaian ini dapat dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah.
e. Evaluasi diri, merupakan kegiatan untuk mendapatkan kualitas yang berkelanjutan dan akuntabilitas. Kegiatan ini dilakukan dengan pengawasan oleh pemerintah (Ditjen Dikti dan Kopertis).
Seperti halnya pada perguruan tinggi lainnya di Indonesia, kebijakan penyelenggaraan SPMI-PTS oleh Kopertis Wilayah III Jakarta adalah menghendaki agar setiap PTS dapat menuangkap empat dokumen mutu yang sebaiknya ada, yaitu:
1. Kebijakan mutu, yaitu terkait dengan ketersediaan dokumentasi tertulis berisi garis besar penjelasan tentang bagaimana suatu PTS memahami, merancang, dan melaksanakan SPMI dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi kepada masyarakat sehingga terwujud budaya mutu pada PTS tersebut.
2. Standar mutu, yaitu terkait dengan ketersediaan dokumen tertulis berisi berbagai kriteria, ukuran, patokan atau spesifikasi dari seluruh kegiatan penyelenggaraan pendidikan tinggi suatu PTS untuk mewujudkan visi dan misinya, agar dapat dinilai bermutu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan sehingga memuaskan para pemangku kepentingan internal dan eksternal PTS.
3. Manual mutu (prosedur mutu), yaitu terkait dengan ketersediaan dokumentasi tertulis berisi petunjuk praktis mengenai cara, langkah atau prosedur tentang bagaimana SPMI dilaksanakan, dievaluasi dan ditingkatkan mutunya secara berkelanjutan oleh pihak-pihak yang bertanggungjawab melaksanakannya pada semua aras dalam PTS, dan
4. Formulir SPMI, yaitu terkait dengan ketersediaan dokumen tertulis yang berfungsi untuk mencatat/merekam hal atau informasi atau kegiatan tertentu sebagai bagian tak terpisahkan dari standar mutu dan manual mutu (prosedur mutu).
* * *
Buku yang ditulis oleh Dr El Amry Bermawi Putera, MA ini menjadi makin menarik ketika ditemukan data pada Ditbelmawa Dikti tahun 2012, yaitu:
1. Pada tahun 2008, terdapat 384 Perguruan Tinggi yang mengikuti verifikasi. Namun yang dinyatakan memiliki penerapan praktik baik SPMI hanya 68 Perguruan Tinggi, dan dari 68 Perguruan Tinggi tersebut hanya 6 Perguruan Tinggi Swasta di lingkungan Kopertis Wilayah III yang memperoleh predikat praktik baik penerapan SPMI.
2. Tahun 2009, jumlah Perguruan Tinggi yang ikut verifikasi sebanyak 463 dan yang dinyatakan memiliki penerapan praktik baik SPMI hanya 58 Perguruan Tinggi, dan dari 58 Perguruan Tinggi tersebut hanya 11 Perguruan Tinggi Swasta di lingkungan Kopertis WIlayah III yang memperoleh predikat praktik baik penerapan SPMI.
3. Tahun 2010, jumlah Perguruan Tinggi yang ikut verifikasi adalah 557, dan yang dinyatakan memiliki praktik baik penerapan SPMI hanya 24 Perguruan Tinggi. Dan, dari 24 Perguruan Tinggi tersebut hanya 5 Perguruan Tinggi Swasta di lingkungan Kopertis Wilayah III yang memperoleh predikat praktik baik penerapan SPMI.
4. Tahun 2011, jumlah Perguruan Tinggi yang ikut verifikasi ada 82, dan yang dinyatakan memiliki praktik baik penerapan SPMI-nya hanya 9 Perguruan Tinggi. Dan, dari 9 Perguruan Tinggi tersebut tidak ada satu pun Perguruan Tinggi Swasta di lingkungan Kopertis Wilayah III yang memperoleh predikat praktik baik penerapan SPMI.
Data di atas, belum termasuk dengan penerapan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME), atau yang juga dikenal dengan Akreditasi oleh BAN-PT. Berdasarkan data dari Ditbelmawa Dikti tahun 2012, menunjukkan bahwa Perguruan Tinggi Swasta di lingkungan Kopertis Wilayah III Jakarta yang memperoleh Akreditasi A hanya sebesar 104, Akreditasi B sebesar 424, Akreditasi C sebesar 266, Akreditasi kadaluarsa sebesar 207 dan yang belum pernah Terakreditasi sebanyak 547.
Melalui bukunya, Dr El Amry Bermawi Putera, MA mengungkapkan bahwa rendahnya jumlah Perguruan Tinggi Swasta di lingkungan Kopertis Wilayah III Jakarta yang memperoleh predikat baik penerapan SPMI, secara tidak langsung akan berdampak pada kecenderungan negatif atas penilaian akreditasi Perguruan Tinggi Swasta yang bersangkutan. Karena, data dan informasi yang digunakan untuk SPMI harus identik dengan data dan informasi yang digunakan untuk SPME.
Pada poin ini, Dr El Amry Bermawi Putera, MA mengambil contoh tentang kegiatan Evaluasi Program Studi Berdasarkan Evaluasi Diri (EPSBED), yang setiap semester dilakukan di dalam SPMI. Jika di dalam SPMI didapati bahwa prosentase dosen yang telah bergelar Magister ada 70%, maka di dalam SPME atau akreditasi, angka itu pula yang harus digunakan.
Dengan demikian, setiap Perguruan Tinggi harus membentuk Pangkalan data Dikti dengan menyimpan data dan informasi yang akurat, valid dan mutakhir, yang dapat digunakan untuk mengukur ketercapaian atau pemenuhan standar Dikti dalam SPMI-PTS tersebut. Hal ini sekaligus digunakan oleh BAN-PT untuk melakukan akreditasi.
Dalam hal EPSBED ini pula, Dr El Amry Bermawi Putera, MA mengungkapkan bahwa kebijakan penyelenggaraan SPMI oleh Kopertis Wilayah III Jakarta, pada hakekatnya merupakan implementasi atas kebijakan yang tertuang dalam Undang-undang Sisdiknas, yang secara eksplisit bertujuan untuk menjamin mutu Perguruan Tinggi Swasta pada khususnya melalui penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi yang dapat memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan internal dan eksternal Perguruan Tinggi Swasta.
Secara tidak langsung pula, kebijakan ini mendorong Perguruan Tinggi Swasta untuk menyiapkan akreditasinya. Ini, tidak seperti yang pernah terjadi pada waktu sebelumnya, sebagaimana terdapat dalam ketentuan UU-PT No. 22/1961 dan UU SPN No. 2/1089, bahwa tidak ada ketentuan yang mengharuskan untuk melakukan EPSBED dan melaksanakan penjaminan mutu internal sebelum akreditasi.
Paradigma Perguruan Tinggi Swasta pada waktu yang lalu, lebih menganggap penting kebijakan yang mendorong perguruan tinggi melakukan akreditasi daripada pelaksanaan EPSBED sebagai instrumen perbaikan mutu, dan sekaligus wujud dari penjaminan mutu internal.
Berdasarkan pada persoalan-persoalan di atas, Dr El Amry Bermawi Putera, MA melihat bahwa kebijakan penyelenggaraan SPMI-PTS oleh Kopertis Wilayah III Jakarta secara implisit dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan organisasi yang berkaitan dengan jumlah capaian PTS di lingkungan Kopertis Wilayah III Jakarta yang memperoleh predikat praktik baik penerapan SPMI.
Artinya, terkait dengan penerapan pilar SPMI-PTS, nampaknya sebagian besar Perguruan Tinggi Swasta di wilayah kerja Kopertis Wilayah III Jakarta mempunyai masalah tersendiri. Hal ini terlihat dari tahun ke tahun menunjukkan angka yang tidak signifikan dalam memperoleh predikat praktik baik penerapan SPMI.
Apabila kondisi ini berlanjut, maka dimungkinkan akan berdampak serius bagi penurunan jumlah PTS dalam skala yang cukup besar dan drastis. Ini, menuntut penanganan stratejik oleh Kopertis Wilayah III Jakarta, mengingkat kebijakan SPMI-PTS ini diperlukan sebagai landasan bagi manajemen Perguruan Tinggi Swasta yang kuat, tata kelola PTS yang baik dan dapat menjadi back-up pendorong terhadap optimalisasi mutu PTS di lingkungan Kopertis Wilayah III Jakarta.
* * *
Bagaimanapun, mutu atau kualitas masih dianggap sebagai suatu hal yang membingungkan dan sulit diukur. Mutu dalam pandangan seseorang terkadang bertentangan dengan kualitas dalam pandangan orang lain. Sehingga kesimpulan tentang mutu menjadi bervariasi.
Gaspersz (2001 : 1) menyatakan bahwa kualitas atau mutu adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers).
Dalam ISO-8402, quality vocabulary dijelaskan bahwa kualitas seringkali diartikan sebagai kepuasan pelanggan atau konfirmasi terhadap kebutuhan atau persyaratan suka dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan dan upaya perubahan ke arah perbaikan terus-menerus.
Sehingga dikenal istilah Q-MATCH atau Quality = Meets A Great Terms and Change.
Mutu pendidikan tinggi berkaitan dengan pencapaian tujuan-tujuan pendidikan dan kompetensi lulusan yang telah ditetapkan oleh institusi pendidikan tinggi di dalam rencana strategisnya, atau kesesuaian tujuan dan kompetensi dengan standar yang telah ditetapkan.
Sedangkan penjaminan mutu berkaitan dengan keseluruhan aktivitas dalam berbagai bagian dari suatu sistem untuk memastikan bahwa mutu produk atau layanan yang dihasilkan itu konsisten dan sesuai dengan yang direncanakan atau ditetapkan.
Pada dasarnya, pelaksanaan SPMI yang dilakukan oleh PTS tidak bersifat statis dan bias. Bisa direvisi kapan saja bila ditinjau perlu atau setidaknya ditinjau ulang untuk perbaikan. Setiap perguruan tinggi sebagai penyelenggara pendidikan tinggi selalu meningkatkan manajemen akademiknya.
Begitu juga dengan penguatan kelembagaan, bisa dilakukan melalui penguatan tata kelola akuntabilitas dan pencitraan publik serta memberikan pemerataan dan perluasan akses kepada masyarakat untuk menikmati layanan pendidikan tinggi.
Sebagai contoh, kebijakan SPMI PTS terdapat beberapa faktor penting dalam meningkatkan standar kualitas pendidikan tinggi. Salah satunya adalah Dosen Bermutu.
Dosen bermutu, meliputi beberapa hal:
a. Kompetensi keilmuan. Dosen yang baik adalah dosen yang menguasai ilmu dan materi yang akan diajarkan, tampil dengan penuh percaya diri, tidak ragu-ragu sehingga materi perkuliahan tidak banyak menyimpang dari yang seharusnya dibahas.
b. Penguasaan metode mengajar. Dosen dapat memberi kuliah dengan lancar, sistematis dan mudah dimengerti, dapat menguasai teknis sehingga kelas tidak gaduh, mahasiswa tidak merasa mengantuk. Dosen harus mengajar dengan serius di samping ada pula waktu humor, tidak monoton.
c. Pengendalian emosi. Dosen tidak emosional, tidak mudah tersinggung, tidak berwajah angker, jangan sok pintar dan dapat berkomunikasi secara baik dengan mahasiswa.
d. Disiplin. Dosen yang disiplin selalu hadir dalam memberi kuliah dan berwibawa, datang tepat waktu, jika berhalangan memberitahukan lebih dulu sehingga mahasiswa tidak membuang waktu percuma.
Masalah dosen ini adalah masalah yang peka, yang sangat mudah menyentuh rasa simpati mahasiswa terhadap kegiatan akademik dan akan memberikan cap tersendiri terhadap lembaga.
Karena itulah evaluasi kebijakan menjadi penting. Dr El Amry Bermawi Putera, MA dalam bukunya menegaskan bahwa penelitiannya ini merupakan model penelitian kasus di Kopertis Wilayah III, yang bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan penyelenggaraan SPMI-PTS.
Sehingga, peneliti tidak saja memperhatikan pendapat dan perspektif dari implementator kebijakan Dikti atau Kopertis Wilayah III. Tetapi, juga kelompok-kelompok kepentingan atau klien yang diwakili oleh beberapa pimpinan perguruan tinggi swasta di lingkungan Kopertis Wilayah III Jakarta.
Sehingga, dalam dalam proses penelitian didapatkan informasi yang tidak sekadar untuk menjelaskan seperti apa kebijakan penyelenggaraan SPMI-PTS oleh Kopertis Wilayah III dalam memperoleh predikat praktik baik penerapan SPMI-PT, tapi juga informasi lain yang mendukung.
Evaluasi dalam analisis kebijakan publik menjadi penting. Karena hal ini menekankan pada penciptaan premis-premis nilai yang diperlukan untuk menghasilkan informasi mengenai kinerja kebijakan evaluasi tersebut.
Juga, untuk menjawab pertanyaan mengenai apa perbedaan yang dibuat dari kinerja kebijakan evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, atau masing-masing bisa menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program yang telah dirancang.
Melalui bukunya, Dr El Amry Bermawi Putera, MA merumuskan perlunya “Evaluasi Kebijakan Penyelenggaraan Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi Swasta di Kopertis Wilayah III Jakarta”.(*)