Biodiversity, Magnet Investasi Besar di Indonesia

Policy Brief Bioeconomy AIPI, Unas, Yayasan Kehati

0 155

Indonesia adalah mega biodiversity country. Ini, seharusnya, menjadi magnet besar untuk melakukan investasi di bidang bioekonomi. Kenapa? Karena sebagian besar keanekaragaman hayatinya bersifat endemik. Tidak dimiliki oleh bangsa manapun di dunia!

Kenyataan ini, disampaikan melalui Policy Brief Bioeconomy Nomor 05, yang diterbitkan bulan Agustus 2020 dengan ISSN 2716-4764 yang merupakan hasil kerjasama Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Universitas Nasional dan Yayasan Kehati.

Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) adalah lembaga mandiri yang menghimpun para ilmuwan terkemuka Indonesia. Didirikan berdasarkan Undang-Undang No.8/1990 dengan amanat untuk memberikan pendapat, pertimbangan dan saran kebijakan yang berbasis ilmu pengetahuan kepada pemerintah dan masyarakat.

Selain itu, AIPI juga diberikan amanat untuk memacu perkembangan ilmu pengetahuan dan keunggulannya melalui pertemuan dan forum ilmiah. Juga, menjalin kerjasama nasional dan internasional untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Policy Brief Bioeconomy Nomor 05, yang diterbitkan bulan Agustus 2020 dengan ISSN 2716-4764, merupakan inti sari dari penyelenggaraan Workshop Nasional Bioekonomi yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 2019. Workshop tersebut diselenggarakan oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) bekerjasama dengan Universitas Nasional (UNAS).

Policy Brief Bioeconomy ini disusun oleh para ilmuwan dari AIPI dan beberapa universitas. Mereka adalah: Endang Sukara (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Universitas Nasional), Ernawati Sinaga (Universitas Nasional), Nonon Saribanon (Universitas Nasiona), Fachruddin Mangunjaya (Universitas Nasional), Tatang Mitra Setia (Universitas Nasional), Rony Megawanta (Yayasan Kehati), Riki Frindos (Yayasan Kehati), Mien A Rifai (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia), Muladno (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, IPB University) Daniel Murdiyarso (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, IPB University, CIFOR), dan Jatna Supriatna (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Universitas Indonesia)

ernawati sinaga
ernawati sinaga, unas

Policy Brief Bioeconomy Nomor 05, Agustus 2020 mengambil tema besar tentang “Mengarusutamakan Bioekonomi di Indonesia”. Pada bagian awal Policy Brief ini, disampaikan beberapa Pesan Utama, yaitu:

• Pembangunan berkelanjutan melalui pemanfaatan dan pelestarian biosfera dan seluruh sumber daya alam yang terkandung di dalamnya diarahkan untuk mengantarkan rakyat Indonesia hidup lebih sehat,
lebih produktif, dan lebih sejahtera,

• Keanekaragaman hayati Indonesia adalah sumber daya alam yang unik dan endemik harus dipelihara, dipelajari, dan dimanfaatkan secara bijaksana di seluruh sektor kegiatan ekonomi berkarakter ramah
lingkungan untuk masa depan Indonesia,

nonon saribanon
nonon saribanon, Unas

• Biosain dan konvergensinya dengan ilmu lain mampu mengubah keanekaragaman hayati menjadi produk baru, pasar baru, dan kemungkinankemungkinan baru dalam seluruh sektor kegiatan
ekonomi termasuk pangan, obat, energi, dan industri manufaktur berkelanjutan berdampak pada penciptaan lapangan pekerjaan, pengentasan kemiskinan dan perbaikan lingkungan hidup,

• Kebijakan pengarusutamaan bioekonomi di seluruh sektor disertai dengan upaya peningkatan kemampuan sumber daya manusia adalah
konsekuensi dari komitmen Indonesia meratifikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity, CBD) dengan Undang-Undang No. 05 Tahun 1994, Protokol Cartagena tentang
keamanan hayati dengan UU No. 21 Tahun 2004 dan Protokol Nagoya tentang pembagian keuntungan dari pemanfaatan keanekaragaman hayati dengan UU No. 11 Tahun 2013.

Fachrudin Mangunjaya
Fachrudin Mangunjaya, Unas

Dalam penjelasannya, para ilmuwan yang menyusun Policy Brief ini menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara maritim dengan lebih dari 17.000 pulau. Terletak di khatulistiwa, bergunung, berlembah, memiliki laut dangkal dan laut dalam, bersuku-suku bangsa, beraneka ragam budaya.

Ini menjadikan seluruh sumber daya alam yang dimiliki begitu unik dan sarat dengan potensi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Keanekaragaman hayati baik di tingkat ekosistem, jenis, maupun gen memiliki arti penting sebagai pilar bagi kelangsungan pembangunan ekonomi, kehidupan sosialbudaya, dan menjaga keutuhan lingkungan hidup.

Tatang Mitra Setia
Tatang Mitra Setia, Unas

Konferensi Tingkat Tinggi di Rio de Janeiro tahun 1992 bersepakat untuk melindungi, memanfaatkan dan mendapatkan keuntungan seadil-adilnya dari keanekaragaman hayati tersebut dalam bentuk Konvensi
Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity, CBD) yang kemudian diratifikasi dengan UU No. 5 Tahun 1994.

Konvensi ini menetapkan 3 obyektif, yaitu konservasi, pemanfaatan secara berkelanjutan dan pembagian kekuntungan dari pemanfaatan keanekaragaman hayati.

Untuk ketiga obyektif ini, telah disepakati pula Protokol Cartagena tentang keamanan hayati (biosafety) dan Protokol Nagoya tentang pembagian

Daniel Murdiyarso (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, IPB University, CIFOR)
Daniel Murdiyarso (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, IPB University, CIFOR)

keuntungan dari pemanfaatan keanekaragaman hayati yang diratifikasi dengan UU No. 21 Tahun 2004 dan UU No. 11 Tahun 2013.

Namun kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya keanekaragaman hayati masih sangat rendah. Kebijakan dan kegiatan untuk menjadikan keanekaragaman hayati sebagai soko guru pembangunan ekonomi untuk menopang pangan, kesehatan, dan energi masih jauh dari potensi yang terkandung di dalamnya.

Sebaliknya, kerusakan lingkungan hidup dan kehilangan keanekaragaman hayati masih terus berlangsung. Deretan potret “menuju kerusakan massif dan punahnya keanekaragaman hayati” terjadi dengan dampak negatifnya: perubahan iklim, pemanasan suhu bumi, dan bencana alam.

Sementara itu, biosain di negara maju mengalami kemajuan sangat pesat.

Jatna Supriatna (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Universitas Indonesia)
Jatna Supriatna (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Universitas Indonesia)

Konvergensi ilmu ini dengan cabang ilmu lain telah mengantarkan keanekaragaman hayati menjadi bagian penting
dari kegiatan ekonomi baru (bioekonomi).

Berbagai produk baru dikembangkan dari keanekaragaman hayati dan proses ini telah mentransformasi banyak kediatan manufaktur secara luar biasa.

Kegiatan bioekonomi di banyak sektor, termasuk di sektor pertanian, kesehatan/farmasi dan industri manufaktur tumbuh dan berkembang sangat cepat.

Mega Biodiversity Country

Mien A Rifai (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia)
Mien A Rifai (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia)

Dalam Policy Brief Bioeconomy ini, para ilmuwan menegaskan bahwa Indonesia adalah mega biodiversity country. Sebagian besar keanekaragaman hayatinya bersifat endemik atau tidak dimiliki oleh bangsa manapun di dunia. Keanekaragaman hayati dengan keindahan lanskap ekosistem dan ragam budaya menjadi magnet luar biasa untuk melakukan investasi di bidang bioekonomi.

Pesatnya perkembangan biosain, termasuk khususnya bioteknologi, terbukti mampu meningkatkan nilai tambah keanekaragaman hayati. Nilai yang terkandung di dalam tumbuhan cemara Sumatera (Taxus sumatrana), kulim (Scorodocarpus borniensis), rotan jernang (Daemonorops draco), dan ikan bujuk (Channa lucius).

Ini merupakan sedikit contoh jenis keanekaragaman hayati yang potensinya

Muladno (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, IPB University)
Muladno (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, IPB University)

sangat luar biasa dalam pembangunan dan pengembangan industri obat/farmasi di negeri ini.

Keunikan jenis fauna dan flora seperti badak bercula satu, komodo, orang utan, harimau, gajah, tapir, anoa, burung maleo, burung cendrawasih, dan biota laut dipadukan dengan keindahan landskap ekosistem dan keragaman budayanya dipastikan mempunyai daya tarik tersendiri, termasuk di bidang industri pariwisata (ecotourism industries).

Pengarusutamaan bioekonomi seharusnya menjadi prioritas pembangunan di seluruh sektor pembangunan di Indonesia. Peran pemerintah sebagai regulator dan fasilitator menjadi sangat sentral untuk mendorong berbagai pihak sesuai latar belakang dan kompetensinya untuk mendulang manfaat dan keuntungan sebesar-besarnya dari sumber daya alam, khususnya

Riki Frindos (Yayasan Kehati)
Riki Frindos (Yayasan Kehati)

keanekaragaman hayati Indonesia.

Pemanfaatan keanekaragaman hayti secara bijaksana dan adil sekaligus dapat diarahkan untuk memberikan kontribusi lebih nyata bagi pencapaian berbagai target Sustainable Development Goals (SDGs).

Upaya pengarusutamaan bioekonomi tersebut harus diimbangi dengan meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat tentang arti pentingnya keanekaragaman hayati. Indonesia juga harus meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia untuk menterjemahkan potensi keanekaragaman hayati menjadi wujud yang lebih nyata melalui kegiatan bioekonomi.

Rony Megawanta (Yayasan Kehati)
Rony Megawanta (Yayasan Kehati)

Pembelajaran tentang keanekaragaman hayati dari tingkat Pendidikan paling dasar hingga Perguruan Tinggi di Indonesia memerlukan inovasi terus menerus agar keanekaragaman hayati tidak lagi bersifat abstrak.

Bioekonomi dapat dijadikan soko guru untuk mendukung agenda pembangunan nasional berkelanjutan.

Melalui Policy Brief Bioeconomy ini, para ilmuwan penyusun menyerukan segera dilakukannya aksi terkait dengan beberapa hal mendesak, yaitu:

1. Diperlukan peraturan perundangan yang lebih implementatif untuk memperkuat kelembagaan pengelolaan keanekaragaman hayati berdasar UU No. 5 Tahun 1994, UU No. 21 Tahun 2004, UU No. 11 Tahun 2013 dan peraturan perundangan lain yang terkait, sehingga upaya pelestarian, dan pemanfaatan secara berkelanjutan untuk mendulang keuntungan sebesar-besarnya bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia dapat diwujudkan;

2. Diperlukan investasi untuk meningkatkan kapasitas riset, transisi bioinvensi dari laboratorium ke pasar, proses translasi serta regulasi yang dapat memperkokoh fondasi bioekonomi;

3. Membangun koalisi lintas sektor di pemerintahan dalam seluruh tingkatan dan memperluas jejaring para pihak yang berkepentingan mengaktivasi aturan yang sudah ada (Indonesian Biodiversity Action Plan/IBSAP), dan memformulasikan kebijakan termasuk merevisi peraturan perundangan untuk menghilangkan kendala-kendala yang tidak perlu;

4. Membuat program yang dapat membuka peluang untuk mendapatkan keuntungan, manfaat sosial, ekonomi dan menjaga keutuhan lingkungan hidup antara lain melalui pelaksanaan konsep Cagar Biosfer sebagai model pembangunan berkelanjutan.(*)

Penulis: Imam M Sumarsono

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.