Kajian Strategis 3: Bagaimana (Seharusnya) Pemerintah Mengendalikan Sepeda Motor

0 134

Pemerintah selama ini belum secara tegas mengatur jumlah sepeda motor yang beredar di masyarakat. Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tidak mengatur secara khusus tentang sepeda motor.

Surajiman, SH, MH

Kebijakan yang pernah ada terkait sepeda motor adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.

Kemudian, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/10/DNP/2012 tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank Yang Melakukan Pemberian Kredit, dan Peraturan Menteri Keuangan nomor 43/PMK.010/2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor pada Perusahaan Pembiayaan yang memberi batasan konsumen yang akan mengambil kredit kendaraan bermotor, termasuk sepeda motor wajib memiliki modal (uang muka) setidaknya 30 % dari harga kendaraan.

Selanjutnya adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/25/PBI/2009 tentang Atas Perubahan Nomor: 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum dalam konsideran Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 huruf a dan huruf b dirumuskan bahwa dengan semakin kompleksnya produk dan aktivitas bank, maka risiko yang dihadapi bank akan semakin meningkat. Oleh karena itu peningkatan risiko yang dihadapi bank perlu diimbangi dengan kualitas penerapan manajemen risiko yang memadai.

Peraturan Bank Indonesia ini dimaksudkan kepada seluruh bank umum di Indonesia supaya menerapkan manajemen risiko dalam hal pengelolaan bank, termasuk di antaranya dalam memberikan kredit kepada masyarakat perorangan maupun kepada korporasi. Manajemen risiko juga dipakai sebagai dasar bagi bank dalam memberikan kredit pembelian kendaraan bermotor, termasuk sepeda motor.

Dalam hal ini Peraturan Bank Indonesia sudah mulai mengendalikan bank dalam memberikan kreditnya.

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 Perihal: Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor.

Surat Edaran BI ini dikeluarkan dengan dilatarbelakangi karena semakin meningkatnya permintaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) sehingga BI menganggap bank perlu meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran KPR dan KKB.

Pertumbuhan KPR dan KKB yang terlalu tinggi berpotensi menimbulkan berbagai risiko bagi bank. Sementara dari sudut pandang makroprudensial, pertumbuhan KPR yang terlalu tinggi juga dapat mendorong peningkatan harga aset properti yang tidak mencerminkan harga sebenarnya (bubble), sehingga dapat meningkatkan Risiko Kredit bagi bank-bank dengan eksposur kredit properti yang besar.

Oleh karena itu, supaya tetap dapat menjaga perekonomian yang produktif dan mampu menghadapi tantangan sektor keuangan di masa yang akan datang, perlu adanya kebijakan yang dapat memperkuat ketahanan sektor keuangan untuk meminimalisir sumber-sumber kerawanan yang dapat timbul, termasuk pertumbuhan KPR dan KKB yang berlebihan.

Kebijakan tersebut dilakukan melalui penetapan besaran Loan to Value (LTV) untuk KPR dan Down Payment (DP) untuk KKB. Beberapa hal yang menjadi pokok pengaturan dalam Surat Edaran BI ini, antara lain:

  1. Pengaturan Loan to Value (LTV) pada KPR: LTV paling tinggi 70% untuk kredit kepemilikan rumah dengan kriteria tipe bangunan di atas 70 m2. Pengaturan mengenai LTV dikecualikan terhadap KPR dalam rangka pelaksanaan program perumahan pemerintah.
  2. Pengaturan uang muka kredit atau Down Payment (DP) pada Kredit Kendaraan Bermotor: Ketentuan Keterangan DP paling kurang 25% untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua. DP paling kurang 30% untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat untuk keperluan non produktif. DP paling kurang 20% untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat atau lebih untuk keperluan produktif, yaitu bila memenuhi salah satu syarat : Merupakan kendaraan angkutan orang atau barang yang memiliki izin yang dikeluarkan oleh pihak berwenang untuk melakukan kegiatan usaha tertentu,
  3. Rasio LTV untuk KPR dan besaran DP untuk KKB sebagaimana terdapat dalam angka 1 dan angka 2 di atas dapat disesuaikan dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia.
  4. Besaran LTV untuk KPR dan DP untuk KKB sesuai Surat Edaran ini mulai diberlakukan 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Surat Edaran (sejalan dengan pengaturan oleh Bapepam LK).
  5. Besaran LTV untuk KPR dan DP untuk KKB tidak berlaku untuk kredit yang sudah mendapat persetujuan Bank sebelum berlakunya sesuai Surat Edaran ini.
  6. Sanksi pelanggaran atas:

a. Pemberian KPR dan KKB dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 PBI Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum  sebagaimana telah diubah dengan PBI Nomor 11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009, antara lain  berupa: 1) Teguran tertulis; 2) Penurunan tingkat kesehatan bank; 3) Pembekuan kegiatan usaha tertentu; dan/atau 4) Pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, dan/atau pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang mendapat predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan atau dalam catatan administrasi Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.

b. Pelanggaran atas kewajiban penyampaian penyesuaian kebijakan dan prosedur dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 PBI Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagimana telah diubah dengan PBI Nomor 11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009.

7. SE ini mulai berlaku pada tanggal 15 Maret 2012, sedangkan ketentuan mengenai besaran Ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia tersebut bertujuan mengatur dan mengendalikan bank-bank umum lebih hati-hati dalam memberikan kredit kepemilikan rumah dan kredit kendaraan bermotor.

Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 220/PMK.010/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Meneteri Keuangan RI Nomor 43/PMK.010/2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan Pembiayaan Peraturan Menteri Keuangan ini bertujuan meningkatkan peran perusahaan pembiayaan dalam pembangunan nasional sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan pembiayaan.

Mengingat semakin tinggi permintaan pembiyaan konsumen kendaraan bermotor oleh masyarakat, dan untuk mengurangi risiko pembiayaan serta meningkatkan prinsip kehatia-hatian dalam penyaluran pembiayaan konsumen, diperlukan pengaturan terhadap uang muka pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor yang dibiayai oleh perusahaan pembiayaan konsumen

Ketentuan Peraturan Menteri keuangan ini pada prinsipnya memberi batasan bahwa setiap pembelian kendaraan bermotor yang menggunggunakan fasilitas pembiayaan dari perusahaan pembiayaan maka harus mematuhi kualifikasi jumlah.

Ketentuan tersebut seperti yang ditetapkan dalam Pasal 1 Peraturan Menteri keuangan RI Nomor 43/PMK.010/2012 tentang Uang Muka Pembiayaan Konsumen Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan Pembiayaan, bahwa:

1) Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor wajib menerapkan ketentuan uang muka (down payment) kepada konsumen sebagai berikut:

a. Bagi kendaraan bermotor roda dua, paling rendah 20% (dua puluh per seratus) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan;

b. Bagi kendaraan bermotor roda empat yang digunakan untuk tujuan produktif, paling rendah 20% (dua puluh per seratus) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan; atau

c. Bagi kendaraan bermotor roda empat yang digunakan untuk tujuan nonproduktif, paling rendah 25% (dua puluh per seratus) dari harga jual kendaraan yang bersangkutan.

2) Kendaraan bermotor roda empat yang digunakan untuk tujuan produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memenuhi kriteria paling sedikit sebagai berikut:

a. Merupakan kendaraan angkutan atau barang yang memiliki izin yang diterbitkan oleh pihak berwenang untuk melakukan kegiatan tertentu;
atau

b. Diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memiliki izin usaha tertentu dari pihak berwenang dan digunakan untuk kegiatan usaha yang relevan dengan izin usaha yang dimiliki.

3) Dalam hal kendaraan bermotor roda empat tidak memenuhi salah satu kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kendaraan yang bersangkutan digolongkan sebagai kendaraan bermotor roda empat yang digunakan untuk tujuan nonproduktif.

Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan tersebut memberi ancaman administratif terhadap perusahaan pembiayaan yang tidak mematuhi ketentuan ini yaitu: surat peringatan, pembekuan izin usaha, dan/atau pencabutan izin usaha.

Sementara itu dengan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 220/PMK.010/2012 yang mengubah Peraturan Menteri Keuangan nomor 42/PMK.010/2012 yang kelanjutannya mengatur tentang perusahaan pembiayaan yang kegiatan usahanya didasarkan pada prinsip syariah.

Hanya saja pada ketentuan ini tidak mengatur tentang sepeda motor. Bila dicermati maka semua ketentuan yang disebutkan di atas adalah dalam rangka mengatur dan mengendalikan jumlah kendaraan sepeda motor khususnya, kendaraan bermotor pada umumnya.(bersambung)

Leave A Reply

Your email address will not be published.